Orangtua adalah panutan anak dalam bersikap dan bersosialisasi. Anak
yang masih dalam usia berkembang umumnya akan meniru perilaku dan
kebiasan ayah serta ibu mereka. Sebab, bagi anak, apa yang dilakukan
orangtua adalah teladan terbaik.
"Anda tidak bisa meminta mereka untuk aktif bermain kalau
ternyata Anda sendiri selalu menonton televisi sepanjang hari saat
berada di rumah," kata Carrie Contey, psikolog klinis.
Sejumlah orangtua yang sadar memiliki kebiasaan buruk mengaku tidak
ingin anak-anak mereka mencontoh hal tidak baik tersebut. Ironisnya,
alih-alih mengurangi atau menghentikan kebiasaan yang dianggap buruk
tersebut, para orangtua malah kian “rajin” menunjukkannya kepada buah
hati mereka.
Berbohong demi kebaikan
Istilah populernya adalah kebohongan putih atau
white lies.
Padahal, apa pun alasannya, berbohong bukanlah sesuatu yang baik,
apalagi jika melakukannya di depan anak atau membohongi anak secara
langsung.
Alyson Schafer, psikolog dan penulis, pada bukunya yang bertajuk
Honey I Wrecked the Kids mengatakan
bahwa bagi sebagian orang, berbohong adalah praktik yang biasa
dilakukan dalam kehidupan. Akibat dianggap lazim, sejumlah orangtua dan
manusia dewasa lainnya kerap tidak sadar saat sedang berbohong.
Contoh yang umum dilakukan, misalnya, saat Anda ditilang polisi karena
melanggar lampu lalu lintas. Untuk memangkas pembicaraan, Anda pun
berbohong kepada polisi bahwa sedang terburu-buru mengantar anak yang
sudah terlambat ke sekolah. Padahal, pada saat yang sama, buah hati Anda
sedang duduk manis di bangku penumpang, dan memperhatikan ibunya
mengucapkan kebohongan kepada orang lain.
Menyimpan rahasia dari pasangan Tidak
sedikit orangtua yang memiliki perbedaan pandangan akan metode mengasuh
anak. Salah satunya soal jenis makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi si kecil.
Suatu kali Anda sedang malas memasak dan memutuskan untuk membelikan
makanan cepat saji untuk anak. Namun, karena takut ketahuan suami yang
melarang anak mengonsumsi jenis makanan tersebut, Anda pun membuat anak
berjanji untuk menyimpan rahasia bahwa dirinya baru saja melahap satu
tangkup hamburger.
Mengenai hal ini, Alyson mengatakan, apabila Anda terus-menerus
memaksa anak menyimpan rahasia dan berbohong, mereka akan menganggap
berbohong untuk menjaga perasaan orang lain itu lumrah.
Terlalu sering bermain peranti elektronik
Peranti elektronik atau
gadget
memang diciptakan untuk memudahkan komunikasi dan melancarkan
pekerjaan. Namun, sebaiknya saat sedang menghabiskan waktu bersama si
kecil, simpanlah
gadget Anda dan pusatkan perhatian kepada si buah hati yang menggemaskan.
Anak yang sering melihat orangtua bermain atau menggunakan
gadget
di rumah akan menganggap bahwa alat tersebut adalah media yang tepat
untuk bersosialisasi. Akhirnya, terciptalah pemikiran bahwa kegiatan di
luar rumah bersama teman kecil mereka yang lain tidak begitu penting
karena bermain
gadget jauh lebih menyenangkan.
Emosional
Hindarilah kebiasaan cepat marah atas hal-hal yang sederhana kepada
siapa pun, termasuk kepada anak. "Anak-anak cenderung percaya bahwa
hal-hal buruk yang menyebabkan Anda marah adalah kesalahan mereka," kata
Susan Newman, psikolog yang menuliskan buku berjudul
Parenting an Only Child.
Mengolok-olok orang lain secara berlebihan
Walaupun Anda merasa jengkel dengan teman atau kolega, usahakanlah
untuk tidak bergunjing dan mengolok-olok mereka di depan anak. Apalagi
jika disertai “bumbu penyedap” berupa kata-kata buruk dan sumpah serapah
yang tidak pantas didengar si kecil.
Sikap yang demikian akan membentuk pola pikir pada anak bahwa mereka
yang dianggap menyebalkan pantas diolok-olok dan dibicarakan dengan
kata-kata yang tidak pantas didengar. Selain itu, kebiasaan buruk Anda
ini pun akan menurunkan rasa empati dalam diri anak terhadap lingkungan
sosial mereka.
(kompas)